The Power of Dukacita
Pernahkah Anda mendengar pengajaran ini? “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Letak bahagianya di mana? Masak orang lagi kena musibah bisa berbahagia? Pada umumnya yang namanya ‘grief’ atau dukacita selalu diratapi bukan dirayakan. Khotbah di bukit ini sarat dengan paradoks kehidupan, yang bikin penasaran. Namun bagaimanapun juga ada kebenaran yang bisa dipetik dari pelajaran ini. Yang jelas, dibalik dukacita ada sukacita.
Untuk memahami ungkapan di atas, terjemahan The Messege akan menolong kita. “You’re blessed when you feel you’ve lost what is most dear to you. Only then can you be embraced by the One most dear to you. Saat Anda kehilangan apa yang paling Anda kasihi, di saat itulah Anda akan dipeluk oleh Dia, yang maha mengasihi.
Dukacita mendekatkan manusia pada penciptanya. Seringkali yang menghalangi manusia mendekati Allah adalah kesombongan. Kekayaan, kepandaian, ketenaran sering menjauhkan manusia pada Sang Pemberi. Pada saat tempat bergantung sudah tiada, barulah manusia mencari pegangan yang kuat. Masjid-masjid penuh dengan orang bersembahyang saat musibah tsunami melanda Banda Aceh. Warga Amerika berbondong-bondong ke gereja selesai musibah 09/11. “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!
Dukacita menolong manusia menemukan apa yang paling penting dalam hidupnya. Daud harus kehilangan segalanya dalam hidup saat ia lari dari istana. Ia kehilangan tahta, wanita, harta dan kehilangan muka. Berjalan kaki sambil menangis menuju tempat pengungsian. Di tengah hati yang berduka itulah ia tiba-tiba mengucapkan kalimat “Engkaulah kemuliaanku…” You are my glory, kata kemuliaan bicara soal harta benda. Saat ia mengucapkan kalimat itu ia sedang membela dan menghibur dirinya. Seolah ia berkata “meskipun aku berduka karena kehilangan segalanya, tetapi aku masih memiliki harta yang paling berharga, yaitu Allah”.
Dukacita adalah awal sukacita. Hanya orang yang pernah berduka mengerti apa arti penting penghiburan dan sukacita. There is no gain without pain. Tidak ada yang namanya keuntungan tanpa penderitaan. Tidak ada kemuliaan tanpa salib. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Dukacita membuka mata rohani kita, betapa besar kasih karunia Allah dalam hidup kita. Setelah melayani puluhan tahun tidak mendapat respon yang baik dari orang yang dilayani, ia merasa kecewa, di saat kecewa itulah ia menyadari arti anugerah Ilahi yang menghiburkan
“Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.” Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku. Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya…”
Ada kabar baik buat semua yang sedang berduka karena kehilangan, kesulitan atau kekecewaan. Allah sanggup mengubah semuanya, dan menjadikan pengalaman duka menjadi suka. “Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu.”
Share dari WA Group GBI Bumi Anggrek by Suherman (Copas dari tulisan Pdt Paulus W)
Pic from Facebook Sinode GBI