Renungan Khusus

 Minggu Keempat Maret 2020

 

Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami:  Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,  supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 13:47)

Amanat Agung

 

Marketing Vs Sales

Sebagian besar pemimpin-pemimpin Gereja dari golongan Injili dan Pentakosta di seluruh dunia percaya bahwa Amanat Agung adalah tulang punggung rencana Allah di muka bumi ini dan hal yang menjadi mandat utama Gereja. Karena Amanat Agunglah Gereja Tuhan harus berusaha untuk bisa menjangkau dan memenangkan segala bangsa.

Hubungan antara memberitakan Injil dan Amanat Agung kira-kira dapat digambarkan seperti hubungan antara sales dan marketing di dalam perusahaan. Sales berbicara mengenai closing penjualan yang meningkatkan jumlah customer dan menjadi penghasilan bagi perusahaan. Namun kegiatan sales jika tidak didukung oleh strategi marketing yang tepat maka akan menjadi kegiatan yang teramat sulit, terutama jika sang penjual bukanlah sendiri seorang pemakainya. Di sinilah analogi ini mengalami perbedaan.

 

Di dalam dunia perdagangan, seorang salesman belum tentu merupakan pengguna dari barang yang dijualnya, di Indonesia contohnya: Seorang salesman Mercedes Benz belum tentu menggunakan mobil Mercedes Benz untuk transportasinya sehari-sehari. Di dalam kekristenan seseorang tidak bisa terlibat dalam Amanat Agung dengan cara menginjil jika ia sendiri belum pernah mengalami pembaharuan hidup oleh Tuhan Yesus yang dikerjakan melalui karya Roh Kudus.

Kegiatan marketing bersifat mengedukasi publik mengenai produk yang diluncurkan ke pasar, fitur-fitur istimewanya, apa kelebihannya dari produk kompetitor di kelas yang sama, iklan di tempat-tempat yang strategis sebagai sarana untuk menyadarkan masyarakat akan kehadiran produk/brand tersebut dan lain sebagainya. Demikianlah juga dengan misi Amanat Agung.

 

Amanat Agung adalah semua kegiatan yang bersifat mengedukasi masyarakat mengenai kehadiran Kristus di tengah-tengah umat manusia. Dimulai dengan kehadiran Gereja di tengah masyarakat, lalu menyatakan dampak positif Gereja di tengah masyarakat dengan menyatakan kasih Allah di dalam tindakan-tindakan praktis, menyatakan pribadi Yesus di dalam kasih dan kebenaran-Nya. Menyatakan kebenaran Firman Tuhan yang berhubungan dengan masalah-masalah kontemporer yang dihadapi manusia dan lain sebagainya.

 

Semua kegiatan marketing tidak akan berguna jika tidak ditutup dengan sales force yang pada akhirnya turun ke lapangan dan mengeksekusi penjualan. Perumpamaan ini sangat berarti jika kita melihat usaha-usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan besar di dalam mempenetrasi pasar yang kelihatannya mustahil untuk ditembus oleh produk mereka.

Sebagai contoh perusahaan fast food terbesar di dunia yaitu McDonald’s ketika berusaha untuk masuk ke India. India adalah negara dengan populasi 1.1 milyar manusia dengan mayoritas beragama Hindu konservatif. Agak sulit untuk menjual produk yang berdasarkan daging sapi kepada mereka. Namun McDonald’s menyadari bahwa branding ‘McDonald’s’ pada dasarnya adalah suatu perusahaan jasa boga; hamburger adalah hanya salah satu dari produk yang ditawarkan. Untuk pasar India, McDonald’s memfokuskan untuk menjual produk mereka yaitu fillet of fish, chicken burger dan chicken nugget dan mereka berhasil melakukan itu.

 

Inilah juga yang berusaha dilakukan oleh Rasul Paulus. Ia berkata di dalam 1 Korintus 9:20,

“Demikianlah bagi orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.”

 

Paulus berkata bahwa ia berusaha semaksimal mungkin untuk menyesuaikan diri kepada budaya komunitas yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Ketika ia berada di tengah-tengah orang Yahudi, ia berusaha untuk mempresentasikan Injil di dalam konteks Yahudi dan membawa dirinya untuk hidup sebagaimana orang Yahudi; sebaliknya jika ia sedang berada di tengah masyarakat Romawi maka ia berusaha semaksimal mungkin untuk mempresentasikan Injil di dalam konteks Yunani dan hidup sebagai orang yang tidak berada di bawah ketentuan hukum Taurat.

 

Tuhan menganggap kegagalan orang Yahudi untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain adalah sesuatu yang fatal. Tuhan Yesus berkata di dalam Matius 21:43,

“Sebab itu, Aku  berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

 

Artinya Kerajaan Allah telah diambil dari bangsa Israel dan diberikan kepada suatu bangsa lain yang akan menghasilkan buah Kerajaan. Gereja Tuhan di dalam menjalankan Amanat Agung haruslah mengingat pelajaran dari kegagalan bangsa Israel dan jangan mengulanginya kembali. 

 

  1. Terang Bagi Bangsa

Banyak orang menyangka bahwa Amanat Agung adalah perintah yang baru Tuhan Yesus berikan kepada Gereja/murid-murid-Nya di jaman Perjanjian Baru. Dalam kitab Yesaya (Yesaya 42:6, 49:6, 60:3, Matius 4:16, Lukas 2:32) kita melihat bahwa panggilan untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain sudah diberikan kepada Israel di dalam Perjanjian Lama. Merekalah yang seharusnya pertama-tama menjadi saksi-saksi bagi kemuliaan Tuhan.

 

Rasul Paulus sendiri mendakwa kegagalan bangsa Israel di dalam Roma 2:4,

“Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?”

 

Di sini kita melihat kegagalan orang Yahudi di dalam tugas ini terjadi di dua level:

  • Pertama: mereka gagal untuk menghidupi terang itu sendiri
  • Kedua: mereka gagal untuk meneruskan terang itu kepada bangsa-bangsa lain

 

Sama seperti contoh di atas bahwa perusahaan-perusahaan multi nasional berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan lokal supaya bisa masuk ke dalam pasar lokal negeri tersebut. Demikianlah orang Kristen diminta untuk memiliki hati Tuhan untuk kelompok manusia yang menjadi target Amanat Agung yang Tuhan berikan kepada kita. Tuhan Yesus mencela kegiatan penyebaran agama Yahudi di dalam Matius 23:15 karena kedua hal ini.

 

Itulah sebabnya di dalam Amanat Agung Tuhan Yesus dengan jelas mengatakan kepada murid-muridnya untuk pergi ke SELURUH DUNIA dan jadikan SEGALA BANGSA menjadi murid Kristus. Kegagalan bangsa Israel di Perjanjian Lama ialah mereka lebih cenderung memaksa bangsa-bangsa lain mengadopsi kebudayaan Yahudi, bukannya melatih diri mereka untuk menjangkau bangsa-bangsa lain di dalam kebudayaan mereka. Pada masa kini juga kita harus mampu memisahkan antara esensi kekristenan dan kebudayaan pembungkusnya. Seringkali yang menjadi penghalang misi dan penginjilan adalah ketidakmampuan beradaptasi budaya bagi para calon pemberita-pemberita Injil sendiri.

 

  1. Paulus Sebagai Seorang “Marketing Dan Sales”

Allah di dalam kedaulatan-Nya telah menetapkan Paulus sebelum dia dilahirkan oleh ibunya dan bahkan sebelum dunia dijadikan untuk menjadi pemberita Injil, terutama bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Latar belakang pribadi dan keluarga rasul Paulus memang sangat memungkinkan untuk ia menjalankan peran tersebut. Sebagai seorang Farisi yang lahir di tengah-tengah diaspora (Tarsus di provinsi Kilikia, Siria) rasul Paulus bertumbuh sebagai seorang polyglot (seseorang yang memiliki berbagai bahasa sebagai bahasa ibu). Bahasa ibu nya tentu saja adalah bahasa Aram seperti Yesus dan murid-murid yang lain, tetapi ia sendiri mengaku bahwa ia mengecap pendidikan klasik Yunani dari sejak masa mudanya. Hal ini dibuktikan berkali-kali di dalam pelayanan rasul Paulus. Ia tidak ‘kalah angin’ ketika berdebat dengan filsuf-filsuf Yunani di bukit Mars dalam Kisah Para rasul 17.

 

Paulus juga seorang warga negara Romawi, yang kemungkinan besar, dia mengerti bahasa Latin. Ia juga bersaksi bahwa sebenarnya ia sangat terbeban untuk memenangkan kaum sebangsanya sendiri. Tetapi ia menuruti panggilan Tuhan untuk menjadi rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Hal ini berarti bahwa ia juga terpanggil untuk menjabarkan berita Injil diantara bangsa-bangsa non-Yahudi, menjelaskan doktrin-doktrin dasar Kristiani di mana di dalamnya terdapat persamaan dan perbedaan di dalam aplikasinya dengan hukum Taurat; singkatnya ia dipanggil sebagai seorang pengajar. Namun dalam perjalanan kehidupannya sehari-hari ia juga tidak melupakan peranannya sebagai seorang penginjil. Secara pribadi ia terus menerus memberitakan Injil baik secara personal maupun secara massal. Ia sendiri berkata celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil (1 Korintus 9:16).

 

Dikotomi yang sering dihadapi ialah ketika seseorang memasuki panggilan sebagai pengajar, seringkali ia melupakan panggilannya sebagai pemberita Injil begitu pula sebaliknya. Paulus berkata di dalam 1 Timotius 2:7 bahwa ia menyandang tiga panggilan di dalam kehidupannya; sebagai rasul, sebagai pemberita dan sebagai pengajar.

 

Amanat Agung adalah amanat yang diberikan kepada semua orang yang mengaku dirinya adalah murid Kristus. Apapun panggilan mereka; baik sebagai pengajar, ataupun sebagai pemberita, kita harus tetap mengingat bahwa pada akhirnya Kerajaan Allah ditegakkan dengan bertambahnya jumlah orang yang percaya kepada Yesus dan diselamatkan. Pertumbuhan kuantitatif adalah bukti yang paling jelas bahwa telah terjadi pertumbuhan secara kualitatif. Semakin dalam seseorang mengaku mengenai Kristus, semakin efektif ia menjadi seorang pemenang jiwa. Amin (AL)

Silakan share :