TEOLOGI GBI
Persepuluhan
A. RESPONS TEOLOGIS
1. Latar Belakang Munculnya Respons
Dokumen ringkas yang terkait dengan persepuluhan ini dikeluarkan karena beberapa tahun yang lalu seorang tokoh GBI yang telah keluar dari GBI secara masif mengajarkan perihal persepuluhan yang berbeda dengan pengajaran yang tradisi GBI yakni terkait dengan persepuluhan, seperti persepuluhan itu adalah Taurat, dan persepuluhan itu adalah seluruh hidup dan milik, memperhatikan orang tua dan orang berkekurangan lebih penting dari memberi persepuluhan, dan hal-hal lain. Hingga kini isu mengenai persepuluhan masih terus digugat oleh banyak kalangan melalui siaran-siaran media sosial, yang tidak jarang menimbulkan pro dan kontra.
Lalu, bagaimana pandangan GBI terkait dengan persepuluhan?
2. Pendahuluan
Gereja-gereja Pentakosta dan Karismatik menempatkan persembahan sebagai bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan gerejawinya, khususnya dalam pemberian persepuluhan..Meskipun ada pandangan yang pro maupun kontra atas jenis persembahan itu, faktanya pada gereja tertentu, pemberian persembahan persepuluhan ada kalanya sangat menonjol dibandingkan dengan berbagai jenis persembahan lainnya.
Bahkan tidak jarang penempatan persembahan persepuluhan itu sebagai sebuah persembahan yang bersifat wajib dan diberikan secara rutin di setiap bulannya. Namun bagi sebagian orang percaya, persepuluhan dianggap sebagai persembahan biasa seperti berbagai jenis persembahan lainnya dan bukan merupakan sebuah persembahan wajib.
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa teks dalam Alkitab yang membahas tentang persepuluhan bukan sesuatu yang dominan atau mayor. Faktanya, Alkitab menyebut persepuluhan atau sepersepuluh dalam 30 ayat lebih. Penyebutan ini cukup dominan sehingga perlu mendapat perhatian dan kajian agar didapat pemahaman dan sikap yang tepat mengenai persembahan persepuluhan ini.
3. Sikap Teologis
Persembahan “persepuluhan” berasal dari kata Ibrani ma’aser atau ma’asar; atau kata Yunani dekate atau Inggris tithe, payment of a tenth part artinya memberi atau mempersembahkan sepersepuluh dari hasil atau pendapatan. Awalnya, persepuluhan bukan istilah keagamaan, melainkan istilah matematika yang dipakai masyarakat luas. Dalam dunia kuno angka 10 adalah dasar untuk sistem perhitungan (angka dasar untuk mengukur, juga merupakan simbol penyelesaian). Agama-agama kuno di Timur Tengah memberi persembahan kepada ilah-ilahnya dengan memakai perhitungan sepersepuluh. Pengertian yang dibangun apabila seseorang telah memberi sepersepuluh kepada ilahnya menunjukkan penyerahan yang menyeluruh dalam hidupnya. Dengan demikian, perlu diketahui bahwa jauh sebelum Israel menempatkan pengaturan terhadap pemberian persepuluhan itu, bangsa-bangsa di sekitar Israel sudah banyak mempraktikannya untuk berbagai tujuan dan kepentingan. Dapat dikatakan bahwa pada awalnya jenis persembahan demikian bukanlah persembahan yang khas di Israel, sebab bangsa-bangsa kuno sudah menerapkannya jauh sebelum Israel.
Dalam perkembangan di kemudian hari, apalagi setelah umat Israel memasuki tanah perjanjian maka konsep persembahan persepuluhan umum dilakukan dengan cara “mempersembahkan sepersepuluh bagian dari hasil panen atau pendapatan lainnya yang diberikan kepada Allah”. Ada juga yang menyebut ‘persepuluhan merupakan sepersepuluh dari pendapatan tahunan yang dipisahkan secara khusus untuk tujuan-tujuan keagamaan dan dikukuhkan dengan janji, misalnya dalam peristiwa Yakub di Bethel”, “Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu” (Kej 28:22). Meskipun baru pada kemudian hari, Musa memberi peraturan terhadap persembahan persepuluhan, seperti halnya berbagai jenis persembahan lainnya yang umum dilakukan di Israel. Jadi, persepuluhan merupakan salah satu jenis persembahan di antara berbagai persembahan lainnya.
a. Perjanjian Lama
Persembahan Persepuluhan di dalam PL ditekankan secara praktikal. Persembahan persepuluhan bukanlah satu-satunya praktik persembahan yang dituntut kepada kaum Israel, selain itu ada persembahan sulung, persembahan syukur, dll. Persepuluhan tidak selalu berupa uang, tetapi bisa berupa hasil tanaman, ternak atau pun barang. Namun yang pasti di dalam PL umat Israel dituntut memberikan persembahan persepuluhan secara konstan kepada Tuhan melalui para imam.
Sebelum munculnya Hukum Taurat, catatan Alkitab pertama kali tentang persepuluhan adalah ketika Abraham memberikan sepersepuluh hasil rampasan perangnya kepada Melkisedek (Kej. 14:20, 22). Persepuluhan berasal dari kata Ibrani: ma’aser, artinya sepersepuluh bagian dari yang utuh. Berikutnya ketika Yakub bernazar kepada Tuhan untuk selalu mempersembahkan persepuluhan kepada-Nya (Kej. 28:22). Pada waktu itu belum ada pengaturan legal sama sekali. Namun diduga bahwa jumlah sepersepuluh yang diberikan oleh Abraham kepada Allah melalui Melkisedek dan oleh Yakub kepada Allah memang menjadi tradisi budaya di wilayah Timur Tengah saat itu. Selain itu, dalam peristiwa Yakub, ia memberikan persepuluhan kepada Allah sebagai ungkapan syukur dalam konteks perjanjian dengan Allah, bukan sebagai sebuah kewajiban.
Persembahan persepuluhan adalah milik Allah. Diimani bahwa Allah adalah pencipta alam sekaligus pula sebagai pemilik tanah, ternak, tumbuhan dan segala sesuatu yang ada dalam dunia ini. Jadi ketika mereka memberi persembahan persepuluhan yang bersumber dari tanah atau pertanian diyakini bahwa tanah dan segala hasilnya juga milik Allah (Im. 27:30; Ul. 12:27).
Pemilihan Israel sebagai umat yang dikhususkan kepada Allah juga diyakini bahwa mereka sebagai milik Allah sendiri untuk tugas pelayanan keimaman. Begitu juga pengkhususan suku Lewi. Apalagi yang terkait dengan anak-anak sulung adalah milik Allah. Dengan tampilnya suku Lewi sebagai ganti/perwakilan anak-anak sulung. Maka umat Israel wajib memberikan persembahan persepuluhan kepada suku Lewi (Bil. 18:21).
Sepersepuluh dari persepuluhan yang diterima orang Lewi itu harus juga dipersembahkan dan dikhususkan bagi Allah, yang dipersembahkan bagi pelayanan imam (Bil. 18:26; Neh. 10:38). Jadi, para imam Lewi pun harus mempersembahkan persepuluhan kepada Tuhan.
Kitab Ul. 26:12 mengajarkan bahwa pada tahun yang ketiga, persembahan persepuluhan juga harus diberikan kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim piatu, dan kepada janda. Ini menunjukkan bahwa keadilan sosial pun ditekankan, sehingga orang-orang miskin pun bisa mendapat bantuan melalui persepuluhan yang ada. (Catatan: Dalam Deuterokanonika, kitab Tobit 1:6-7 juga ditulis tentang persepuluhan pertama yang diberikan kepada para imam Lewi, persepuluhan kedua untuk membiayai diri mengikuti hari raya di Yerusalem, juga setiap tahun ketiga persepuluhan bagi para janda, yatim piatu dan orang asing).
Persembahan Persepuluhan yang dicatat dalam kitab Maleakhi 3 bukanlah sebuah regulasi ataupun pengaturan persepuluhan, namun sebuah tantangan untuk membuktikan kesetiaan Allah.
-
Jadi Maleakhi 3:10 harus kita lihat dari kerangka rohani bahwa kita memberikan karena kita sudah menerima berkat dari Tuhan, bukan sebaliknya, seperti yang ditekankan di beberapa mimbar gereja, yaitu memberi persepuluhan agar mendapatkan balasan dari Allah secara berlipat kali ganda.
-
Persembahan persepuluhan bukanlah sebuah prinsip bisnis rohani.
-
Bagian kitab Maleakhi ini perlu mendapatkan bahasan khusus karena ayat 10 dari Maleakhi 3 adalah bagian yang paling banyak dipakai untuk menekan jemaat agar memberikan persembahan persepuluhan.
Ada penekanan teguran Tuhan tentang moral-spiritual yang sama pentingnya dengan persembahan persepuluhan karena Allah yang begitu mengasihi umat Israel namun umat Israel justru merespons sebaliknya, antara lain:
-
Mereka memberikan persembahan yang tidak layak kepada Allah (1:6-14).
-
Para imam juga melakukan perusakan moral.
-
Allah menuntut kesucian tetapi umat Israel justru melakukan tindakan mencemarkan kekudusan-Nya (2:1-9).
-
Mereka kawin mawin dengan bangsa kafir (2:10-16).
Hal ini amat menyedihkan Allah. Yang dituntut dari pihak manusia sebenarnya hanyalah ketaatan yang terwujud dalam pemberlakuan hukum dan peraturan. Tapi mereka melanggarnya (termasuk persepuluhan).
Itulah sebabnya dengan nada perih dan luka Allah “menantang” Israel untuk membuktikan kasih setia Allah kembali. Dengan memberi persepuluhan orang-orang Israel mendeklarasikan dengan sungguh-sungguh bahwa mereka memberi sebuah porsi kembali kepada Tuhan yang telah membuat mereka makmur/hidup berkecukupan (bnd. Ul. 26:10-15). Lewat persepuluhan ini pula Israel belajar untuk mengetahui bahwa kemakmuran itu tidak bergantung kepada irigasi atau teknik agrikultur yang mumpuni, tetapi kepada kebaikan dan penyediaan Tuhan.
b. Perjanjian Baru
Tuhan Yesus mengecam para rohaniwan tentang persembahan persepuluhan yang terjebak dalam motivasi ritual-legalistik, tapi mengabaikan yang prinsip dan esensi yaitu: keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (Mat. 23:23; Luk. 11:42). Kalau begitu apakah Tuhan Yesus (dan jemaat Perjanjian Baru) menghapuskan persembahan persepuluhan? Sama sekali TIDAK. Firman-Nya: “Yang satu HARUS dilakukan, yang lain JANGAN diabaikan (Mat. 23:23). Persembahan persepuluhan harus dilaksanakan dengan motivasi kasih dan ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya, dan kasih kepada sesama.
Perjanjian Baru menekankan bahwa seluruh harta bahkan hidup kita adalah milik Allah. Bukan hanya 10% saja namun 100% hidup kita adalah milik Kristus (Bnd. Roma 12:1). Persepuluhan yang diawali oleh Abraham, lalu disahkan oleh Taurat, merupakan “penuntun” sampai Kristus datang (Gal. 3:24). Artinya bila orang pada masa PL taat mengembalikan persepuluhan, maka orang pada masa PB dan kini pun seharusnya melakukan dengan lebih baik, bukan hanya pada besarnya persembahan yaitu 10%, namun penekanannya adalah pada hati yang tulus, disertai kasih kepada Tuhan dan sesama. Namun sebaliknya, bagaimana kita bisa berkata bahwa 100% hidup kita persembahan kepada Tuhan, bilamana 10% saja kita tidak menaatinya.
Allah menghendaki bahwa pemberian persembahan harus diimplementasikan dalam pelaksanaan keadilan bagi sesama. Allah memberi kepedulian terhadap orang-orang miskin, janda, yatim piatu dan mereka yang membutuhkan. Kegagalan para imam dalam pelayanan ternyata terlihat dalam penerapan tata kelola yang baik dari persembahan. Pelayanan para imam lebih dikendalikan ukuran materi, peraturan-peraturan seperti persepuluhan dari “selasih, adas manis dan jintan” yang tidak lain benda-benda kecil dan tidak bernilai besar justru menjadi fokus perhatian dari para imam, sementara manusia sebagai sesama yang perlu mendapat perhatian justru diabaikan.
Ternyata kitab di dalam PB yang paling banyak menyinggung tentang persepuluhan adalah kitab Ibrani. Di dalam Ibrani pasal 7, sekalipun persembahan persepuluhan bukan menjadi topik utama namun Persepuluhan disebutkan sebanyak 6 kali. Ternyata persepuluhan itu memiliki nilai yang kekal, “Dan di sini manusia manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup (Ibr. 7:8). Tema utama dalam pasal tersebut adalah Kristus, dengan cara membandingkan Melkisedek dengan Kristus. Dalam pasal tersebut yang menjadi pusat bukanlah persepuluhan tetapi Kristus. Jadi pemberian persepuluhan adalah implementasi kasih kepada Kristus Yesus yang telah memberikan yang terbaik bagi kita.
Dalam Perjanjian Baru, yang ditekankan adalah seberapa banyak orang percaya bisa memberi hartanya untuk Tuhan sebagai respons atas anugerah-Nya, bukan berapa jumlah minimum yang dapat diberikan (2 Kor 8:1-9, band Mrk 12:43, Luk 21:3). Karena itu, pemberian persepuluhan dapat tetap dilakukan pada masa kini atas dasar kemurahan hati dan respons terhadap anugerah Tuhan (2 Kor 8:2,9).
INTI SIKAP GBI TENTANG PERSEPULUHAN
B. Implikasi pelayanan pastoral
1. GBI memandang persembahan persepuluhan sebagai salah satu bentuk ungkapan kasih kepada Allah dan penatalayanan gerejawi. Oleh karenanya gereja GBI mengajarkan pentingnya persembahan persepuluhan dengan maksud tetap memandang penting penyerahan total kehidupan.
2. GBI percaya bahwa seluruh harta bahkan hidup kita – 100%, bukan hanya 10% – adalah milik Allah, oleh karena itu GBI tidak menekankan akurasi nominal dalam jumlah pemberian persembahan persepuluhan. GBI merekomendasikan 10% adalah jumlah minimal dalam wujud pengabdian keuangan dan hidup kita kepada Tuhan.
3. GBI mempercayai dan mempraktekkan persembahan persepuluhan baik dalam konteks gereja lokal maupun dalam konteks sinode GBI.
4. GBI memandang persepuluhan bukanlah hak milik gembala jemaat semata, tetapi dimaksudkan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang diatur oleh AD/ART GBI.
5. GBI memandang persepuluhan harus dari sumber penghasilan yang sah. Oleh karenanya GBI menolak menerima persembahan persepuluhan dari sumber yang melanggar hukum.
C. Respons Pastoral
1. GBI melarang pejabatnya mengajarkan tentang persembahan persepuluhan di luar ketentuan teologis dan implikasi pelayanan pastoral di atas, misalnya mengaitkan persepuluhan dengan keselamatan, mengintimidasi jemaat dengan mengatakan bahwa orang yang tidak mengembalikan persepuluhan akan dikutuk Allah.
2. GBI merekomendasikan gembala jemaat melakukan penatalayanan yang baik dalam pengelolaan persembahan persepuluhan, termasuk menerapkan transparansi keuangan (setidaknya terhadap pengurus inti, khususnya bagian keuangan).
3. GBI melarang pejabatnya menerima persembahan persepuluhan dari sumber yang melanggar hukum.
Sumber: Sikap Teologis GBI