Renungan Khusus
Minggu Kedua Mei 2019
Pentakosta Ketiga Sebagai Kelahiran Pentakosta Yang Baru
PENTAKOSTA
Jika kita mendengar kata ‘Pentakosta’ tentunya pikiran kita langsung tertuju pada sebuah peristiwa yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di kamar loteng atas kota Yerusalem yang dicatat oleh tabib Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul 2:1-13.
Pentakosta Ketiga Sebagai
Kelahiran Pentakosta Yang Baru
Tanpa kita sadari beberapa orang telah mempersempit pemahaman akan pencurahan Roh Kudus yang telah dijanjikan TUHAN sejak Perjanjian Lama. Salah satu janji Tuhan yang paling dikenal adalah dalam Yoel 2:28-29. Mereka menganggap bahwa janji itu telah sempurna digenapi dalam gereja mula-mula, jadi janji itu telah selesai, Pentakosta telah berakhir dan tidak mungkin terulang lagi setelah peristiwa yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu itu. Hal inilah yang membuat tidak sedikit orang yang mempertanyakan tentang istilah Pentakosta Kedua dan Pentakosta Ketiga.
Jika kita ingin menelaah lebih terperinci, janji yang dimuat dalam Yoel 2:28-29, ini adalah janji pencurahan Roh Kudus, bukan janji “peristiwa” Pentakosta sebagai sebuah event atau monument, melainkan God’s movement untuk memperlengkapi orang percaya sampai kedatangan-Nya yang kedua kali. Kita mengenang dan menyebutnya sebagai Pentakosta karena itu penggenapan pertama dari janji pencurahan Roh Kudus yang terjadi secara terang-terangan, dampaknya meluas sampai ke bangsa-bangsa dan itu terjadi pada Hari Raya Pentakosta orang Yahudi (Kisah Para rasul 2:1) yaitu Hari Raya Menuai (Keluaran 23:16). Itulah sebabnya dalam Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan judul perikopnya ditulis “Roh Kudus datang pada hari Pentakosta”, artinya yang menjadi highlight adalah kedatangan Roh Kudus yang dijanjikan dan terjadi pada perayaan hari Pentakosta.
Bukan suatu kebetulan semua peristiwa penting tentang penebusan Kristus terjadi bertepatan dengan hari raya orang Yahudi seperti Paskah, Hari Raya Tujuh Minggu, Hari Raya Menuai, sebab dengan demikian bangsa Israel seharusnya menyadari bahwa perayaan-perayaan mereka bukan hanya memiliki nilai peribadatan saja atau liturgis (Yun: Leitourgia) semata, melainkan juga profetis yang menuju pada kematian-kebangkitan-kenaikan Yesus Kristus, pencurahan Roh Kudus dan penuaian jiwa-jiwa. Dengan kata lain, keselamatan dan penebusan dapat mereka peroleh bukan karena melakukan ritual peribadatan hari raya agamawi, melainkan melalui karya penebusan Kristus.
Janji pencurahan Roh Kudus belumlah berakhir, secara sederhananya jika kita membaca Yoel 2:28-29 “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.”
Secara jelas ada bagian yang belum terpenuhi secara sempurna dalam peristiwa Pentakosta Pertama, yakni Roh Tuhan belumlah dicurahkan ke atas “semua manusia”. Lagipula jika kita berkata bahwa penggenapan janji ini sudah sempurna digenapi pada peristiwa Pentakosta Pertama dan tidak mungkin terulang dikemudian hari, bagaimana kita bisa menjelaskan tentang pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada tahun 1906 di Azusa Street, 1907 di Wales dan beberapa tempat lainnya? Apa yang terjadi lebih dari 2000 tahun lalu adalah awal dari penggenapan janji Tuhan tentang pencurahan Roh Kudus yang akan terus digenapi semakin besar dan dahsyat sampai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, sesuai dengan prinsip hujan awal dan hujan akhir (Ulangan 11:14; Ayub 29:23; Hosea 6:3; Yoel 2:23; Zakharia 10:1 dan; Yakobus 5:7).
Sejarah membuktikan bagaimana setelah peristiwa Pentakosta Pertama (Kisah Para Rasul 2:1-13) yang luar biasa itu, pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada tahun 1906 di Azusa Street merupakan gelombang berikutnya yang jika diibaratkan sebagai hujan dengan intensitas yang jauh lebih deras dan lebat dari Pentakosta Pertama, dampaknya juga meluas ke bangsa-bangsa. Itulah sebabnya kita menyebutkannya sebagai Pentakosta Kedua. Mengapa peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi di beberapa tempat dalam kurun waktu tahun 37-1906 atau 1907-2018 tidak diperhitungkan sebagai bagian dari gelombang ini? Mengacu kepada Kisah Para Rasul 2:1-13, tidak semua peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi diperhitungkan dalam gelombang Pentakosta, sebab harus memenuhi kriteria: “Apakah terjadi secara terang-terangan dan disaksikan banyak orang? Apakah berdampak meluas sampai kepada bangsa-bangsa? Apakah berdampak langsung terhadap penuaian jiwa-jiwa?” Pentakosta pertama di Yerusalem dan Pentakosta kedua di Azusa Street memenuhi kriteria tersebut.
Dalam buku berjudul ‘Azusa Street, They Told Me Their Stories’ (The Youth and Children of Azusa Street Tell Their Stories), ditulis oleh J. Edward Morris, Cindy McCowan dan Tom Welchel (1909), Menceritakan tentang pemimpin dari kebangunan rohani Azusa Street yang bernama William Seymour, menubuatkan bahwa “100 tahun dari waktu itu akan terjadi pencurahan Roh Kudus dan Kemuliaan Tuhan (Shekinah Glory) yang jauh lebih besar dan lebih luas jangkauannya dibandingkan dengan yang dialami di Azusa.” Haleluya!
Masa atau era 100 tahun setelah 1909 itu adalah era yang sedang kita jalani sekarang ini. Kita sedang berada di era gelombang berikutnya dimana pencurahan Roh Kudus terjadi jauh lebih dahsyat dengan jangkauan yang jauh lebih luas. Pada tanggal 17-20 Juli 2018 yang lalu di SICC, pada acara Empowered 21 Asia-Global telah dideklarasikan bahwa Pentakosta Ketiga sudah dimulai. Pentakosta Ketiga ini sebagai kelahiran Pentakosta yang baru.
APA PENTAKOSTA KETIGA?
Banyak orang bertanya “Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Pentakosta Ketiga?” Secara tegas dan jelas telah diuraikan oleh Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo bahwa Pentakosta Ketiga adalah:
- Masa pencurahan Roh Kudus pada zaman now yang membuat terjadinya penuaian jiwa yang terbesar dan terakhir sebelum kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
- Masa penyelesaian Amanat Agung Tuhan Yesus.
- Pencurahan Roh Kudus yang akan melanda seluruh dunia dan dimulai dengan kegerakan anak-anak muda di Indonesia dan akhirnya gerakan ini akan kembali ke Yerusalem.
Dengan uraian dan penjelasan tersebut diatas, kita mengerti bahwa Pentakosta Ketiga memiliki makna yang luas – bukan sempit, bukan hanya sekedar berbicara tentang momen atau peristiwanya saja sehingga menimbulkan keraguan bahkan ‘nyinyiran’ yang mempertanyakan, “Mana, katanya Pentakosta Ketiga, kok kita belum melihat peristiwa seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul?” Mereka yang meragukan dan bersikap sinis jangan-jangan hanya mengamati dan berpikiran secara lokal saja, melihat hanya yang nampak kasat mata di depan pandangannya. Ibarat melihat lukisan yang besar, kita baru bisa menikmati keindahannya secara utuh ketika kita melihat gambaran besarnya. Dengan kata lain, kita harus melihat dan memiliki pola pikir secara nasional dan global tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang Roh Kudus kerjakan di era atau masa ini. Bagaimana orang-orang di bangsa-bangsa menerima pencurahan Roh Kudus, penuaian jiwa-jiwa yang luar biasa sedang terjadi, banyak orang bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus, bagaimana misi pekabaran Injil baik secara langsung maupun melalui media massa dan media sosial menjangkau semua lapisan masyarakat di semua belahan dunia, serta bagimana Tuhan sedang membangkitkan gerakan anak-anak muda di Indonesia yang berdampak pada pencurahan Roh Kudus yang akan melanda seluruh dunia sampai akhirnya kembali ke Yerusalem. From East to West and Back to Jerusalem! (DL)
Sumber : Warta Pusat HMMinistry
Pentakosta Ketiga
Terkait dengan Pentakosta Ketiga sebagai kelahiran Pentakosta yang baru, adalah hal yang baik mempertanyakan secara logika, namun jauh lebih jika kita berdoa, buka hati, ‘tangkap isi hati Tuhan’, dan menjadi bagian dari Pentakosta yang baru, Pentakosta Ketiga. Dengan atau tanpa kita, TUHAN pasti tetap melaksanakan apa yang menjadi rencananya atas Indonesia dan bangsa-bangsa.