Renungan Khusus

 Minggu Ketiga April 2020

 

Keadaan dunia saat ini tentu tidak bisa disamakan dengan apa yang terjadi dengan apa yang dialami Samaria pada waktu itu, bahkan keadaannya jauh dari hal tersebut.  Namun dalam hal ketidakberdayaan dan krisis, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari kisah ini dan kita terapkan di tengah-tengah krisis wabah COVID-19 dan ancaman resesi ekonomi secara global yang sedang kita hadapi hari-hari ini.

Tiga Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Di Tengah-tengah Krisis

Peristiwa yang dicatat dalam kedua pasal ini adalah satu kisah yang tragis dan mengerikan. Ibukota kerajaan Israel (utara) yaitu Samaria dikepung oleh pasukan kerajaan Aram dibawah kepemimpinan raja mereka, Benhadad. Pengepungan ini begitu luar biasa menyengsarakan warga Samaria dan mengakibatkan kelaparan merajalela. Suatu kali raja Israel, Yoram harus mengadili kasus kanibalisme antara dua orang ibu yang bersepakat untuk saling memakan anak mereka sendiri. (2 Raja-raja 6:26-30)

Mengerikan! Mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak lain karena dosa yang dibuat oleh raja dan warga Israel (utara) itu sendiri. Alkitab sudah mengingatkan di Imamat 26, Ulangan 28 dan Yeremia 19 bahwa jika terus-menerus tidak bertobat maka keadaan yang mengerikan seperti yang dialami Samaria hari itu bisa terjadi, dan akhirnya memang terjadi juga!

Keadaan dunia saat ini tentu tidak bisa disamakan dengan apa yang terjadi dengan apa yang dialami Samaria pada waktu itu, bahkan keadaannya jauh dari hal tersebut.  Namun dalam hal ketidakberdayaan dan krisis, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari kisah ini dan kita terapkan di tengah-tengah krisis wabah COVID-19 dan ancaman resesi ekonomi secara global yang sedang kita hadapi hari-hari ini.  Kekuatan dari TUHAN tentu ada pada kita, janji akan kesembuhan dan pemulihan tetap kita pegang oleh karena iman kita bukanlah kepada kekuatan diri sendiri tetapi kepada Dia yang telah terbukti selalu menjaga, membela, melindungi, memberkati dan menyertai kita, amin. Tentu kita pun harus melakukan bagian kita, tetapi jangan lupa: berhati-hati dalam bertindak dan meresponi apapun di tengah-tengah masa krisis.

 

  1. Jangan Lupakan Bukti Pertolongan Tuhan Di Masa Lalu

Sebelum kejadian mengerikan yang terjadi di Samaria tersebut, ayat-ayat sebelumnya menceritakan tentang beberapa mujizat, seperti mata kapak yang tenggelam bisa mengambang (2 Raja-raja 6:6), kekuatan pasukan malaikat Allah yang mengelilingi Elisa dan pegunungan Israel (2 Raja-raja 6:17) dan bagaimana TUHAN meluputkan Samaria dari serangan kerajaan Aram (2 Raja-raja 6:18-23).  Tetapi ketika Samaria kembali dikepung oleh Aram, orang-orang Israel tidak berseru kepada TUHAN dan tidak mengingat apa yang telah TUHAN perbuat bagi mereka. Mereka mencoba untuk mengatasi masalah sendiri dan akibatnya fatal!

Di tengah-tengah krisis yang kita hadapi sekarang: jangan pernah lupa bagaimana TUHAN telah menolong kita di masa lalu dan tetap percaya Ia akan tetap mengulurkan tangan-Nya bagi kita. Alkitab senantiasa mengingatkan agar kita tidak melupakan segala kebaikan yang telah Ia berikan. Kita tidak boleh lupa bagaimana TUHAN berkali-kali telah meluputkan dan melindungi kita dari berbagai permasalahan dalam hidup kita. TUHAN yang telah melakukannya bagi kita di masa lalu, adalah TUHAN yang sama yang akan menolong kita sekarang dan di masa depan. Pribadi TUHAN yang begitu mengasihi kitalah yang menjadi dasar pengharapan kita. Percaya, pada waktunya TUHAN dengan cara yang ajaib akan menolong kita.

 

“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.” Mazmur 46:2

 

  1. Jangan Egois Dalam Mengambil Keputusan

Salah satu pesan yang selalu didengung-dengungkan jika terjadi krisis adalah: jangan panik! Ketika orang panik maka keputusan apapun yang diambil pastilah untuk kepentingan diri sendiri dan tidak akan memperhitungkan keadaan orang lain. Panik bisa berbentuk aktif atau pasif, tetapi fokusnya tetap sama: kepada diri sendiri.

Kedua ibu yang dengan “tenangnya” memutuskan untuk memasak dan memakan anak mereka sendiri (2 Raja-raja 6:28-29) adalah bentuk kepanikan yang sudah sampai keputusasaan. Mereka lupa bahwa TUHAN telah menolong Samaria berkali-kali dan hamba-Nya Elisa masih bersama mereka, yang artinya penyertaan TUHAN masih tersedia bagi mereka.

Bagaimana Raja Yoram bereaksi? Panik juga. Bukannya mengevaluasi keadaan dan mencari jawaban TUHAN, ia malah menyalahkan Nabi Elisa untuk keadaan yang terjadi. Sikap ini persis seperti beberapa waktu yang lalu ada orang-orang yang mengaku “Kristen” tetapi malah menyalahkan gereja sebagai penyebab datangnya COVID-19 karena hamba-hamba TUHAN menyerukan doa puasa untuk Indonesia.

Kita tidak boleh lupa bahwa kita adalah anak-anak TUHAN dan kasih adalah jati diri kita. Di tengah krisis yang dihadapi sekarang, jangan panik, terutama dalam hal beli-membeli. Di awal krisis COVID-19 ini begitu banyak orang panic buying;  membeli apa saja dalam jumlah besar, sehingga orang-orang yang sangat membutuhkan item tertentu malah tidak mendapatkannya.

Krisis ini adalah wabah penyakit, bukan kelaparan! Akibat panic buying maka banyak tenaga medis yang justru kekurangan masker, gloves, Alat Perlindungan Diri (APD) dan lainnya. Beberapa orang bahkan dengan cuek memakai alat medis seperti APD untuk berbelanja dan bepergian, padahal itu peruntukannya untuk di fasilitas medis.

Sebagai anak-anak TUHAN, kita harus ingat bahwa Ia tetap menjaga kita, tetapi kita juga harus menjaga (mengasihi) sesama. Jangan membeli atau belanja lebih dari yang kita butuhkan. Bantu tetangga, anggota jemaat, anggota COOL dengan apa yang bisa kita bantu. Perhatikan keadaan orang-orang tua yang hari-hari ini sangat rentan terhadap penyakit; tawarkan untuk berbelanja bagi mereka atau mendisinfektasi rumah mereka. Tunjukkan jati diri kita sebagai anak-anak TUHAN di tengah-tengah krisis ini: kita tidak panik sebab kita percaya TUHAN Yesus beserta kita.

 

“Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.  Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut?  Mengapa kamu tidak percaya?”” Markus 4:39-40

 

  1. Jangan Sepelekan Pesan Tuhan Melalui Hamba-hamba-Nya

Para nabi sebenarnya sudah berkali-kali menyerukan pertobatan kepada bangsa Israel, tetapi sedikit yang mendengarkan. Bahkan ketika Elisa menyatakan bahwa TUHAN akan memulihkan keadaan Samaria, bahkan keadaan ekonomi mereka, ada satu perwira ajudan raja yang menyepelekan perkataan nubuatan yang disampaikan Elisa; padahal itu sudah jelas dari TUHAN sendiri. Akibat dari sikapnya itu, akhirnya dia sendiri tidak dapat menikmati  ketika apa yang Allah janjikan menjadi kenyataan; mati diinjak-injak orang.  (2 Raja-raja 7:1-2, 16-20)

Wabah COVID-19 yang melanda seluruh dunia memakan banyak orang meninggal dunia. Tidak sedikit di antara mereka adalah pelayan-pelayan jemaat, yaitu pendeta, diaken/diakones, gembala COOL dan lainnya. Para pelayan TUHAN terus menenangkan jemaat, mengajarkan hal-hal yang Alkitabiah, terus-menerus mendoakan mereka, menguatkan semua orang dan menolong sejauh yang bisa mereka lakukan.

Tetapi ada orang yang mengaku “Kristen” justru memperolok gereja dan hamba-hamba TUHAN ini tersebut. Misalnya: ketika jemaat diajarkan untuk berdoa berbahasa roh untuk meningkatkan imunitas diri, begitu banyak yang mengejek dan mengolok-olok. Padahal memang bahasa roh berguna untuk keberadaan diri kita.  (Yudas 20; 1 Korintus 14:4,18,39; Kisah Para Rasul 1:8,9:31; Yohanes 14:26,16:13; Roma 8:26,15:13; 1 Korintus 6:19; Efesus 3:16; 2 Timotius 1:14)

Beberapa orang bahkan mengaitkan pengajaran ini sebagai sesuatu yang ‘lemah’ karena beberapa hamba TUHAN Pentakostal senang berbahasa roh justru meninggal di masa krisis COVID-19. Ini adalah sikap yang amat tidak patut; tidak ada sensitifitas dan respect kepada para hamba TUHAN tersebut maupun keluarga yang ditinggalkan.  Mereka yang melakukan demikian sangat tidak mencerminkan diri sebagai insan Kristen, bahkan sebagai manusia yang beradab. [Mengenai orang-orang Kristen yang dipanggil TUHAN di tengah wabah ini –entah karena COVID-19 atau tidak– itu artinya tugas dan pelayanan mereka telah selesai di atas muka bumi ini. Bagaimana seseorang meninggalkan dunia ini adalah kedaulatan TUHAN. Bagian kita adalah memberikan respect dan melanjutkan karya/warisan yang mereka tinggalkan.]

Jangan pernah menyepelekan apa yang TUHAN sampaikan kepada para hamba-hamba-Nya, baik itu berupa pengajaran, peringatan atau doa. Orang bisa saja berargumentasi bahwa yang dikritik adalah ‘orangnya’, tetapi hati-hati bahwa ada pribadi Agung dan Mulia yang berada di belakang hamba-hamba TUHAN. Berhati-hatilah dalam meresponi segala sesuatu, jangan sampai malah kita berhadapan langsung dengan Allah yang telah memberikannya. Orang-orang yang menyelepekan bahkan mungkin nyinyir, jika tidak segera minta ampun, telah memeteraikan sendiri; apa yang akan mereka tuai dari taburan kata-kata mereka itu.  (Ibrani 3:7-11)

 

“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” Wahyu 3:13

 

Di tengah masa krisis ini tetap kita berfokus kepada TUHAN dan suara-Nya. Semua yang kita lakukan biarlah kita lakukan sesuai dengan apa yang telah Ia ajarkan dan untuk kemuliaan nama-Nya.  Badai ini pasti berlalu. Amin. (CS)

 

Sumber : Warta Pusat HMMinistry

 

Silakan share :