Renungan Khusus

 Minggu Pertama November 2019

 

Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10:16)

Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati

(Keseimbangan Antara Kecerdikan Dan Ketulusan)

Pesan kuat dari ayat ini ditujukan bagi kita dalam menghadapi penganiayaan atau keadaan yang sulit yang dinubuatkan oleh Tuhan Yesus yang akan terjadi. Dalam menghadapi keadaan seperti ini dibutuhkan kecerdikan dan ketulusan dalam menjalaninya. Di masa akhir zaman, Rasul Paulus menubuatkan akan menjadi masa yang “miskin” kehadiran kasih. Masa di mana makin hari akan makin sukar, dan makin hari akan makin keras. Secara tersembunyi, penganiayaan seolah mulai datang dalam bentuk alternatif yang membuat hidup kekristenan orang percaya tidak mudah dan sangat diuji.  Jadi ayat ini sangat sesuai dengan konteks masa sekarang ini.

Pada umumnya, kecerdikan biasanya dekat dengan kelicikan, sedangkan ketulusan sering dihubungkan dengan kepolosan dan keluguan. Keduanya memiliki karakter yang seolah berlawanan dan tidak sejalan. Namun dalam ayat di atas, Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkan agar keduanya dapat hadir dalam diri orang percaya secara bersamaan.

Kecerdikan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘cerdik’ itu memiliki arti mampu membaca dan mengerti situasi, mampu memberikan solusi, banyak akal dan licin/licik. Nampaknya penekanan dalam bahasa Indonesia lebih kepada kecerdasan dalam momentary, dalam satu momen kejadian. Apakah pemahaman ini sama dengan yang dimaksudkan oleh Alkitab? Kata Yunani yang dipakai dalam Matius 10:16 adalah ‘Phronimos’ yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan wise, intelegent dan prudent, dan arti dalam bahasa Indonesianya adalah bijaksana, cerdas dan melihat lebih jauh ke depan.

Nampak bahwa kecerdikan yang dimaknai di dalam Alkitab lebih berbicara tentang kecerdasan saat ini yang berdampak lebih panjang. Kecerdikan di sini bukan hanya sesaat atau berdasarkan kasus yang dihadapi hari ini, tetapi juga memikirkan dampak dan akibat jangka panjang. Khususnya kata ‘wise’ dan ‘prudent’, memang membicarakan tentang ketepatan sebuah keputusan hari ini yang berdampak pada masa depan yang lebih baik. Keahlian meraba masa depan ini bila tidak diletakkan di atas dasar yang tepat, dapat digunakan untuk merugikan orang lain demi keuntungan pribadi, dan itu berarti kelicikan.

 Mengapa Ular?

Dalam tradisi Yahudi, ular adalah salah satu dari 9 binatang pertama yang diciptakan Tuhan. Bukan tanpa sebab istilah yang dipakai untuk meledek iblis adalah si ular tua. Ular sering dikonotasikan sebagai binatang yang jahat, khususnya juga karena Alkitab menyebutkan ular sebagai wujud yang dipilih iblis untuk menggoda Adam dan Hawa di kitab Kejadian. Bila memang ular begitu buruk citranya, mengapa Tuhan Yesus yang bijaksana memakai ular dalam pengajaran firman ini?

Telah berabad-abad, manusia tidak sepenuhnya menjauhi ular, bahkan banyak kasus di mana ular dimanfaatkan manusia. Ular adalah sahabat para petani untuk menjaga panenan dari wabah tikus di Asia. Para tabib sering memakai ular untuk pengobatan. Ular berbisa ditakuti manusia, namun sebenarnya hanya sepertiga dari keseluruhan jenis ular yang berbisa. Masyarakat zaman dahulu memiliki pemahaman yang berbeda dengan masyarakat hari ini mengenai ular.

Dari seluruh keunikannya, ular memiliki kekhususan dalam radarnya. Mata reptilnya sebenarnya rabun jauh untuk melihat, namun memiliki dua buah radar unik untuk mengenali keadaan di sekitarnya. Radar panas (Heat censor) di mulutnya dan radar bau-bauan (Sense censor) di lidahnya, memampukan ular mengenali mangsa, bahaya, dan keadaan di sekitarnya. Gerakannya yang lamban merayap membuat ular tidak mungkin bertindak agresif seperti singa menerkam dan serigala yang menyergap. Namun dengan pelan tetapi pasti ular dapat bereaksi sesuai dengan informasi yang diterima olehnya. Pemahaman ini mengkonfirmasi arti kata ‘Phronimos’ sebagai kemampuan dan cara membaca situasi dan bereaksi sesuai kebijaksanaan yang memandang jauh ke depan.

“Anda tidak bisa kembali untuk mengubah apa yang Anda mulai, tetapi Anda bisa mulai lagi dari tempat Anda saat ini, dan mengubah apa yang menjadi akhirnya.”

C.S.Lewis

 Ketulusan

Dalam Matius 10:16, dipakai kata Akeraios yang memiliki arti: tidak tercampur, murni, tidak bersalah, innocent, dan sederhana. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan ketulusan sebagai kesungguhan, kebersihan hati dan kejujuran. Kedua sumber menyatakan arti yang senada. Bila kecerdikan menekankan tentang cara dan metode, maka ketulusan menekankan tentang motivasi.

Motivasi akan mendorong sebuah tindakan atau keputusan. Dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan motor dari sebuah tindakan. Dalam beberapa situasi, keadaan bisa mengganggu motivasi, dan akhirnya membatalkan atau membelokan sebuah tindakan. Motivasi yang tulus tidak terpengaruh oleh situasi. Mazmur 15:4 mengatakan bahwa salah satu ciri orang yang layak untuk naik ke gunung kudus Tuhan adalah mereka yang berpegang pada janji atau sumpah, walaupun harus merugi.

 Merpati

Merpati ternyata memiliki beberapa kemampuan seperti ular dalam membaca situasi sekitarnya. Paruhnya mengandung logam yang berfungsi seperti kompas, mampu membaca medan magnet bumi. Matanya yang tajam mampu melihat hingga 26 mil. Pendengarannya yang tajam mampu ‘membaca’ angin di sekitarnya dan mendeteksi badai yang masih jauh;  yang akan datang.

Kemampuan membaca situasi inilah yang membuat burung merpati sempat dimanfaatkan sebagai pengantar berita yang efektif selama berabad-abad. Tak diragukan bahwa kemampuan membaca situasi di sekitar dan ke masa depan adalah salah satu pesan yang terkandung dalam ayat ini.

Merpati masih memiliki kelebihan lain. Merpati sudah lama dikenal sebagai lambang ketulusan dan kesetiaan. Kesetiaan karena tidak pernah ganti pasangan dan ketulusan karena jinak, lembut dan sering ditemukan yang berwarna putih bersih. Dalam perkembangannya kemudian ditemukan juga, bahwa burung ini tidak memiliki empedu, yang biasanya menyimpan racun yang diserap oleh tubuhnya. Wujud ini ideal untuk menjadi lambang ketulusan yang dikenal luas di berbagai budaya. 

Kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, dan analisa yang memandang ke depan diperlukan dalam segala keadaan, khususnya dalam masa sukar dan akhir zaman ini.  Namun motivasi yang mendorongnya, bukanlah untuk mencari keuntungan pribadi, mencari aman bagi diri sendiri, apalagi menghalalkan segala cara hingga merugikan orang lain.

Jika seorang Kristen dipenuhi dengan Roh Kudus maka Roh Kudus akan memberikan kepekaan untuk memperingatkan seseorang akan bahaya yang mengancam di depan dan menghadapinya dengan hikmat ilahi.

Prinsip ini sama dengan fungsi sebagai radar yang ada pada 2 binatang tersebut. Tanpa Roh Kudus maka sensitivitas manusiawi biasanya lahir dari skeptisisme atau sinisisme yang berlebihan. Hikmat duniawi terkadang bersedia mengorbankan moralitas dan integritas demi mempertahankan kepentingan. Ketulusan dan kasih adalah motor penggerak yang diinginkan Tuhan, agar dimiliki semua orang percaya dalam tiap keputusan dan langkahnya dari hari ini hingga Maranatha, Tuhan Yesus datang untuk kali yang kedua. Amin. (JR)

Sumber : Warta Pusat HMMinistry

Silakan share :