Minggu Pertama Mei 2019
Kejadian 28:13
Warisan Illahi
Kehidupan rohani atau perjalanan rohani yang kita jalani bukanlah sebuah perjalanan yang harus kita jalani seorang diri. Perjalanan ini merupakan perjalanan kolektif dan berkelanjutan menuju suatu “tanah perjanjian.” Artinya perjalanan ini sudah dimulai oleh orang-orang di generasi sebelum kita. Dilakukan oleh kita saat ini, kemudian dilanjutkan oleh orang-orang di generasi sesudah kita. Setiap generasi harus berjalan bersama-sama.
Allah Abraham Dan Allah Ishak
Ishak memiliki dua anak kembar yaitu Esau yang sulung dan Yakub adiknya yang bungsu. Dalam kehidupannya, Esau tidak terlalu menghargai kesulungan itu. Pada suatu kesempatan, Esau menjual hak kesulungan itu dengan harga yang murah, yaitu dengan semangkok kacang merah. Namun itu penjualan yang sah.
Secara rohani, sejak saat terjadi pertukaran mengenai hak kesulungan, akhirnya Yakub menjadi anak sulung karena transaksi itu. Seharusnya Esau tidak lagi menganggap dirinya sebagai anak sulung karena dengan sadar dia sudah menjual hak yang berharga itu.
Ketika telah tiba saatnya untuk memberkati anak sulung dalam keluarganya, bapa Ishak tentu saja bermaksud memberkati Esau. Dalam Kejadian 27:1 dikatakan: Ketika Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta berkata kepadanya: “Anakku.” Sahut Esau: “Ya, bapa.”
Setahu Ishak, Esau adalah anaknya yang sulung, oleh sebab itu ia memanggil Esau, bukan Yakub. Ribka yang lebih mengasihi Yakub, telah merencanakan sesuatu agar Yakublah yang diberkati. Apakah dia sudah tahu bahwa ada transaksi penjualan hak kesulungan? Pada akhirnya Yakublah yang diberkati. Esau menjadi marah dan bermaksud membunuh Yakub.
Akhirnya demi keamanan, Ribka meminta Yakub pergi ke tempat asalnya untuk mencari istri dari antara sanak keluarganya. Di dalam perjalanan, Yakub bermalam di suatu tempat dan bermimpi. Tuhan menyatakan bahwa Tuhan adalah “Allah Abraham dan Allah Ishak.” Iman yang dimiliki oleh Abraham tidak berhenti ketika dia meninggal, namun dilanjutkan oleh Ishak anaknya, sehingga Allah menyebut diri-Nya, Allah Abraham dan Allah Ishak.
Allah memanggil Abraham karena memiliki rencana yang besar atas orang pilihan-Nya. Rencana Allah sedemikian besar sehingga melampaui orang-orang yang berjalan dalam rencana itu. Allah membutuhkan orang-orang pilihannya dari setiap generasi agar rencana-Nya dapat berjalan dengan baik. Dibutuhkan orang-orang yang taat kepada Allah dan mengikuti tuntunan generasi sebelumnya. Tujuan hidup Ishak tidak boleh melenceng dari tujuan hidup Abraham. Allah yang memanggil Abraham adalah Allah yang memanggil Ishak juga.
Allah Abraham, Ishak Dan Yakub
Yakub menangkap pesan Firman mengenai Allah Abraham dan Allah Ishak. Kemudian Yakub memberikan respon:
“Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku.” Kejadian 28:20-21
Diperlukan keberanian dan kesadaran yang dalam ketika seseorang menyatakan hal seperti itu. Yakub menyadari bahwa tidak secara otomatis Allah akan menjadi Allahnya hanya dikarenakan faktor keluarga. Yakub sadar bahwa dia harus memiliki hubungan pribadi dengan Allah, sehingga Allah Abraham dan Ishak akan menjadi Allah Yakub juga.
Kehidupan Yakub selanjutnya dipenuhi dengan pengalaman bersama Allah. Dia yang tadinya hanya memiliki sebatang tongkat, mendapatkan mimpi dari Tuhan, berpikir bagaimana bisa mendapatkan kambing domba, akhirnya dia memiliki kambing domba sendiri. Tuhan memberkati keluarganya, Tuhan juga melindunginya secara luar biasa. Pada akhirnya di tepi sungai Yabok, Yakub bergumul dengan Malaikat Tuhan.
Ketika akan menyelamatkan bangsa Israel dari Mesir, Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa,
“Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.” (Keluaran 3:6)
Tuhan menyatakan diri sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Musa dipanggil untuk melayani Allah nenek moyangnya, bukan Allah yang tidak dikenal.
Murid-Murid
Allah adalah Allah antar generasi, karena manusia terbatas hidup di bumi. Dengan demikian kita mengetahui bahwa iman merupakan warisan antar generasi. Suatu generasi (seseorang) harus memiliki hubungan pribadi dan pengalaman dengan Tuhan. Dan ketika saatnya akan meninggalkan bumi ini dan masuk ke dalam kekekalan, generasi atau orang tersebut harus meninggalkan iman yang sama, tujuan yang sama, nilai yang sama kepada generasi berikutnya. Iman orang atau generasi tersebut harus menjadi warisan rohani yang pasti, berharga dan menuntun kepada tujuan besar Allah.
Yesus mengajar murid-murid-Nya, ketika Dia sedang menabur benih atau nilai-nilai Kerajaan sorga. Tujuannya adalah agar murid-murid memiliki hidup yang sama seperti Yesus, iman dan tujuan yang sama. Itu adalah warisan yang harus diajarkan kepada generasi berikutnya nanti. Generasi kedua harus belajar menangkap dan memahami iman tersebut, mempraktekkannya dan mengajar generasi ketiga untuk memiliki iman yang sama. Allah Abraham harus menjadi Allah Ishak dan kemudian Allah Yakub.
Iman kepada Kristus yang dibawa dari satu generasi ke generasi berikutnya harus menjadikan generasi berikutnya menjadi lebih baik. Hal ini berarti makin menyadari bahwa warisan tersebut sangat berguna bagi keselamatan manusia dan mau menyebarkan lebih luas lagi. Orang tua kandung atau rohani berperan penting dalam mengajarkan hal-hal rohani (iman) kepada anaknya. Anak yang dididik dengan baik, akan memiliki iman yang teguh guna menjalani hidupnya dan menolong orang lain.
WARISAN ILAHI
Warisan yang kita miliki terdiri dari 2 aspek, yaitu:
- Sebagai seorang bapa rohani harus bisa mendorong anak-anaknya memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan. Tanpa pengalaman pribadi Anda tidak memiliki motivasi internal.
- Setelah pengalaman pribadi, seorang bapa rohani harus bisa mengajak anak-anaknya untuk menerima warisan dari generasi sebelumnya dan mewariskan ke generasi berikutnya.
Di zaman modern ini dimana manusia memiliki akses yang hampir tidak terbatas terhadap ilmu pengetahuan, terbuka kemungkinan untuk manusia mengalami penipuan secara besar-besaran. Banyaknya pengajaran yang beredar di masyarakat melalui media, kadang-kadang membingungkan pendengarnya atau kita semua. Bagaimana kita mengetahui apakah suatu pengajaran layak disebut warisan ilahi? Apakah itu Alkitabiah? Apakah hal itu membawa kita lebih dekat kepada Tuhan? Siapa yang mengajarkan juga sangat penting. Jika suatu ajaran dapat dipertanggungjawabkan, maka itu akan membawa kita lebih dekat dengan Tuhan dan apa yang diajarkan oleh seseorang yang menjadi bapa rohani, bisa dipastikan bahwa hal itu benar. Di sinilah pentingnya kita bukan hanya sekedar belajar tetapi menerima warisan ilahi. (RD)
Sumber : Warta Pusat HMMinistry