MAUKAH KITA UNTUK DIDIDIK DAN DIHAJAR?
Jika kita melakukan uji coba atau survei kecil-kecilan dengan bertanya kepada 100 orang untuk memilih antara “mendapat pujian” atau “mendapat hajaran/didikan”, manakah kira-kira yang akan dipilih dengan suara terbanyak? Sebagian besar mungkin akan memilih “mendapat pujian”, sebab siapa yang tidak suka dipuji atau mendapat pujian? Pujian memang dapat menambah semangat dalam belajar dan berkarya, pujian dapat menambah motivasi untuk lebih kreatif dan inovatif, dan pujian ternyata menyentuh satu bagian dalam hati manusia yakni “rasa berharga”.
Pertanyaannya adalah seberapa besar dampak pujian tersebut bagi manusia? Apakah TUHAN kita senantiasa memberikan kita pujian, karena DIA senantiasa berada dalam good mood? Apakah Dia melakukannya karena DIA ingin kita senantiasa berbahagia? Tentunya tidak demikian. Pujian itu bisa seperti anggur yang memabukan, membuat orang berada dalam posisi nyaman (lupa diri). Ingat, bahkan nabi-nabi palsu juga senantiasa menerima pujian dari semua orang (Luk 6:26).
Kenyataannya manusia lebih mudah untuk belajar dari pengalaman yang tidak menyenangkan daripada pengalaman yang menyenangkan. Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani mengingatkan kepada kita semua bahwa kita harus belajar dari didikan dan hajaran yang Tuhan berikan kepada kita. “…Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang (ayat 8)…” (Ibr 12:5-13)
DIDIKAN ATAU HAJARAN
Didikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan yang berupa ajaran, tuntunan, pimpinan pada pikiran dan perbuatan seseorang. Didikan juga bisa berarti perintah, larangan, nasehat yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan tujuan untuk mendewasakan mereka.
Hajaran berasal dari kata hajar yang berarti memukuli sebagai hukuman supaya jera. Dalam hal ini hajaran juga bisa bermakna disiplin yang dilakukan oleh orang tua ketika anaknya melenceng dari didikan, dengan tujuan menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada kebenaran.
Artinya ada 3 hal yang dapat kita pelajari mengenai didikan dan hajaran, yaitu:
-
Didikan dan Hajaran merupakan Pergumulan orang percaya.
“dalam pergumulan kamu melawan dosa, kamu belum sampai mencucurkan darah.” (Ibr 12:4)
Dalam perjalanan hidup sebagai orang percaya menuju kepada kesempurnaan, kita masih bergumul dengan tabiat dosa. Oleh pertolongan Roh Kudus, kita harus mematikan kedagingan. Namun pada kenyataannya kita seringkali mengalami kegagalan. Pada titik inilah kita akan mengalami didikan Tuhan (Ibr 12:5).
-
Didikan dan Hajaran diberikan kepada mereka yang diakui sebagai anak.
“karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak…” (Ibr 12:6).
Jadi kita seharusnya bersyukur saat kita menerima hajaran, sebab hanya mereka yang diakui-Nya sebagai anak yang menerima hajaran TUHAN. Jika seseorang berkata bahwa ia tidak pernah menerima didikan dan hajaran TUHAN, maka perlu meng-evaluasi diri apakah dirinya diakui sebagai anak atau tidak. Di dalam Ibr 5:8, dinyatakan bahwa mereka yang mengaku sebagai orang percaya tetapi tidak mengalami pendisiplinan yang sewajarnya diterima maka orang tersebut sesungguhnya bukanlah anak yang sah melainkan anak yang tidak sah (Yun. nothos = anak haram). Misalnya anak Anda bermain dengan teman sekelasnya, kemudian karena kelalaian akhirnya mereka melakukan tindakan yang dapat mencelakakan diri mereka. Ketika mengetahui hal tersebut, siapa yang akan Anda marahi atau tegur dengan keras? Apakah teman sekelasnya? Tentunya Anda akan memarahi anak Anda.
-
Didikan dan Hajaran adalah untuk kebaikan kita.
“tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita…” (Ibr 5:10)
TUHAN kita bukanlah Allah yang bertindak tanpa tujuan. Saat Tuhan menghajar kita sebagai anak-anak-NYA, DIA tidak pernah bertujuan untuk menjatuhkan dan menjauhkan kita dari-NYA. Tetapi justru untuk kebaikan kita, agar kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Dengan pemahaman seperti ini, kita harus memandang disiplin rohani sebagai sebuah kesempatan untuk merenung, mengevaluasi diri, bertobat dan minta ampun agar kita memperoleh bagian dalam kekudusan TUHAN. Contoh: suami atau isteri tidak melakukan perannya seperti yang Tuhan kehendaki, maka mereka akan mengalami masalah baik diantara mereka berdua maupun di dalam keluarga.
Hajaran harus kita terima dengan respon yang positif yaitu memandang hajaran sebagai alat Tuhan untuk memurnikan dan mendewasakan. Sebaliknya, jika kita menganggap hajaran sebagai pembalasan dari Tuhan maka akan muncul respon negatif, seperti merasa diperlakukan tidak adil, hingga berbalik menyalahkan Tuhan. Akibatnya kita akan menjadi orang yang menolak, memberontak, mengasihani diri sendiri, menyalahkan orang lain, akhirnya kita kehilangan esensi dan berkat dari hajaran tersebut.
Dari apa yang diuraikan di atas maka kita ketahui bahwa apa yang Tuhan lakukan dalam mendidik dan menghajar kita adalah untuk menghasilkan buah kebenaran. “Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.” (Ibr 5:11)
Dengan pemahaman dan respon yang benar, kita akan merasakan bagaimana didikan dan hajaran TUHAN menghasilkan buah kebenaran dalam hidup kita. Untuk menghasilkan buah kebenaran tentu saja membutuhkan waktu, proses dan usaha, tapi semua itu akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa dalam hidup kita, kedewasaan, berkat, dan pengalaman hidup bersama Tuhan. (AR)
“Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.”
(Ibrani 12:11-12)
Sumber : Warta Pusat HMMinistry