RENUNGAN KHUSUS

KRISTUS DAN FIRMAN-NYA ADALAH SATU

Salah satu taktik iblis untuk mengalahkan gereja Tuhan ialah melebih-lebihkan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan di luar proporsi yang sebenarnya dan mempertentangkannya satu dengan yang lain. Hal ini sudah dilakukan berabad-abad dan bentuk terakhir yang kita lihat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah pengajaran yang menekankan keutamaan Perjanjian Baru dengan mempertentangkannya terhadap Perjanjian Lama. Pengajaran hyper grace bahkan sampai berani mengatakan bahwa apa saja yang diajarkan Tuhan Yesus sebelum kematian dan kebangkitan-Nya di kayu salib; termasuk pengajaran khotbah di bukit; perumpamaan-perumpamaan akhir zaman; perintah baru (Yohanes 13) tidak mengikat dan bukan merupakan standar kehidupan bagi orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Pengajaran seperti ini adalah bidat yang muncul karena beberapa pengajar Firman Tuhan tidak lagi mencintai Firman Tuhan dan memberikan dirinya disesatkan oleh roh-roh penyesat.

1 Timotius 4:1
“Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan.”

2 Tesalonika 2:10-11, dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta.

Sebagai orang Kristen kita harus menolak kacamata pandangan seperti ini atas beberapa dasar:

1. Kristus dan Firman-Nya adalah Satu

Banyak para teolog modern terlalu memilah-milah Firman Tuhan; di dalam hal penerapannya bagi berbagai golongan orang percaya. Hal ini memang dapat diterima sampai batas tertentu. Rasul Paulus mengajarkan di dalam 1 Korintus 10:32: “Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah”. Memang kelihatannya di dalam hal ini Rasul Paulus membagi penerapan Firman Tuhan yang berlaku bagi orang Yahudi, yang berlaku bagi orang Yunani (Gentiles), maupun yang berlaku bagi jemaat Allah. Tapi jika dilihat di dalam konteksnya hal ini hanya berbicara mengenai perkara makanan dan minuman dan kebebasan dari hukum kosher / halal bangsa Yahudi. Peraturan ini sama sekali tidak berbicara mengenai standar pemuridan yang harus dikenakan oleh setiap orang yang mengaku percaya kepada Kristus. Bahkan di dalam prinsip inipun diajarkan prinsip penyangkalan diri bahwa kebebasan orang Kristen yang diijinkan oleh Tuhan Yesus sekalipun; jika itu menjadi batu sandungan bagi saudara lain yang lebih lemah, maka hal itu tidak boleh dilakukan. Bukan karena hal itu berdosa tetapi kebebasan kita sebagai orang Kristen jangan menyebabkan orang lain tersandung.

Sikap Kristus terhadap Hukum Taurat adalah tegas. Ia datang untuk menggenapi Hukum Taurat bukan untuk membatalkan Hukum Taurat.

Matius 5:17-19: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”

Kita tidak boleh terlalu melebih-lebihkan perbedaan zaman ‘sebelum salib’ dan ‘sesudah salib.’ Jelas ada perbedaan; namun yang harus diperhatikan bahwa perkara seremonial seperti korban bakaran, korban penebusan, peraturan kosher/ halal dan lain-lain, sudah digenapi oleh Kristus. Kristus tidak pernah membatalkan satupun pun dari pengajaran-Nya sebelum kayu salib.

2. Pekerjaan yang dilakukan Yesus dan Allah Bapa Sama-sama Menyatakan Kasih Karunia dan Kebenaran (Yohanes 1:14)

Ketika Musa berhadapan muka dengan muka dengan Tuhan, dia hanya memiliki satu permohonan: ia ingin melihat wajah Allah. Allah tidak mengijinkan hal itu terjadi karena hal itu pastilah akan membunuh Musa, tetapi Allah mengabulkan permintaan Musa untuk melihat sekilas kemuliaan Tuhan ketika Ia melewati goa di mana Musa bersembunyi (Keluaran 33:18-20).

Di dalam Keluaran 34:6-7 Tuhan menyatakan karakter-Nya sebagai Allah yang panjang sabar, penyayang, berlimpah kasih setia, tetapi tidak luput membalaskan kesalahan dan pelanggaran orang-orang yang bersalah kepada-Nya. DR. Donald A. Hagner di dalam simposium teologis APTS (Asia Pacific Theological Seminary) di Manila pada bulan Januari 2016 dalam paparan teologisnya “Judaism Is A Religion of Grace” menjelaskan karakter Allah di dalam nats tersebut di atas. Allah dinyatakan bukan sebagai Allah yang “schizophrenic” (berkepribadian ganda) yaitu di mana kasih karunia-Nya dan kebenaran-Nya adalah hal yang berbeda, tetapi kasih karunia-Nya justru nyata di dalam konteks kebenaran-Nya. Yesus mengajarkan dan mendemonstrasikan kebenaran melalui kasih karunia-Nya, yang Dia demonstrasikan melalui kematian-Nya di atas kayu salib. Ingatlah prinsip ini: kasih karunia harus selalu dipahami di dalam konteks kebenaran.

3. Perjanjian Baru adalah Perjanjian Lama yang Digenapi

DR. Donald A. Hagner juga menegaskan kesinambungan (kontinuitas) antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Orang-orang Kristen mewarisi segala berkat yang ada di Perjanjian Lama bahkan lebih lagi. Beliau mengatakan bahwa masalah terbesar perbedaan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru bukanlah masalah grace (kasih karunia) tetapi masalah race (ras/bangsa). Itulah sebabnya Paulus mengajarkan; oleh karena Kristus kita bangsa-bangsa non-Yahudi dicangkokkan ke dalam perjanjian Abraham dan menjadi anggota bangsa (race) yang terpilih. Bangsa pilihan pertama memiliki korban-korban hewani, bangsa pilihan kedua tidak memiliki korban-korban hewani karena kita telah memiliki satu korban yang sudah menggenapi semuanya yaitu Kristus. Sekali lagi Rasul Paulus tidak pernah mempertentangkan esensi Hukum Taurat yaitu kasih, kebenaran dan hikmat Allah dengan ajaran Tuhan Yesus maupun ajaran yang disampaikannya kepada jemaat-jemaat.

Pengajaran kasih karunia overdosis memiliki 3 (tiga) ciri-ciri yang terdapat di dalam pengajaran Marcionisme, yaitu:

1. Allah Perjanjian Lama berbeda dengan Allah Perjanjian Baru

2. Menolak menggunakan Perjanjian lama dalam pengajaran dan kehidupan orang-orang percaya

3. Menolak sebagian besar dari Perjanjian Baru terutama keempat Injil.

Ajaran Marcionisme adalah bentuk penyesatan yang sudah ditentang oleh seluruh Gereja sejak abad ke-2 Masehi. Jika kita mengikuti ajaran Marcionisme atau yang sekarang muncul dalam wajah hyper grace, bisa membuat kita kehilangan keselamatan.

Kita harus mengambil sikap tegas kepada mereka yang terlalu memaksakan pemisahan:

• antara apa yang diajarkan Kristus dengan apa yang dilakukan Kristus

• antara apa yang diwahyukan di dalam Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru

• antara standar yang dituntut Allah di dalam Perjanjian Lama dengan standar yang dikenakan kepada murid-murid-Nya pada zaman ini.

Hal semacam itu adalah melebih-lebihkan Firman Allah, di dalamnya terdapat unsur anti-semitisme (anti bangsa Yahudi) dan anarkisme (anti otoritas) secara terselubung.

Kita harus menjunjung tinggi apa yang diajarkan Rasul Paulus di dalam 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” termasuk apa yang diajarkan sebelum di kayu salib. (AL)

Quote:

Allah yang kita sembah di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

adalah Allah yang sama

 

Sumber : Warta Pusat HMMinistry


Silakan share :