Benarkah Membuat Website Untuk Gereja Lokal Itu Mudah ?
Shalom rekan terkasih dalam Kristus,
Lama sekali saya ingin berbagi pengalaman dalam membuat website gereja lokal, banyak rekan yang bertanya, namun karena keterbatasan waktu baru saat ini bisa terwujud. Namun karena keterbatasan waktu sehingga tidak bisa sekaligus menulis tuntas, maka daripada tidak sama sekali, maka saya akan buat secara serial. Apa yang saya tuliskan ini bukan berarti saya ahli membuat website, namun hanya berdasarkan pengalaman saja. Jadi mohon maaf jika banyak kekurangan. Untuk itu mohon masukan dari rekan yang lebih berpengalaman jika ada menemukan kesalahan yang dibuat.
Saya bukan praktisi IT atau programmer atau sejenisnya yang biasa dalam urusan website atau komputer secara teknis. Namun menggunakan komputer menjadi kebiasaan dan kebutuhan untuk mengetik, membuat tabel perhitungan, flow chart sistem dan prosedur (SOP), struktur organisasi dan sebagainya. Dan tentu saja, seperti rekan semua, untuk email, chatting dan browsing bukan. Apalagi dengan berkembangnya multimedia saat ini tentu chatting, membaca berita bahkan menyiapkan khotbah pun melalui komputer.
Pengalaman membuat Warta Gereja dengan Microsoft Word dan kemudian baru mengenal Microsoft Publisher memaksa saya harus menggeluti komputer minimal 2-3 jam sehari dalam 2-3 hari seminggu. Dan juga memaksa saya harus browsing mencari gambar dan artikel rohani. Serta belajar Corel Draw, Photoshop dan sejenisnya meskipun tidak mendalam tapi hanya mendasar sekali. Untunglah tak lama kemudian terbitlah www.hmministry.com yang sangat mendukung dalam pembuatan Warta Gereja. Sayang website pelayanan GBI Gatot Subroto ini tak lama kemudian menghilang, entah diretas atau alasan lain.
Dalam perjalanan mencari dan mencari bahan untuk Warta Gereja tersebut, maka ditemukanlah banyak sekali website gereja atau rohani kristiani, baik yang sederhana atau kompleks, yang biasa (asal jadi) atau indah sekali, yang mementingkan bobot isi artikel atau hanya sekedar ada, mengenalkan keberadaan gereja mereka dan selanjutnya tidak pernah diupdate sama sekali.
Sebelum serius melayani pekerjaan Tuhan di gereja lokal saat ini, saya memiliki beberapa blog baik yang sifatnya duniawi seperti www.brokerku.blogspot.com yang saya gunakan untuk berbisnis sebagai broker. Atau www.injilyudas.blogspot.com dan www.gbibumianggrek.4t.com yang sifatnya adalah asal ada dan sekali buat mungkin berbulan atau bertahun baru dibuka lagi, sehingga sempat tidak bisa dibuka lagi atau bahkan telah dihapus oleh pengelola dst.
Pengalaman dalam beberapa paragraf tersebut di atas membuat saya, ketika terjun dalam melayani pekerjaan Tuhan di gereja lokal, tergerak dan rindu untuk membuat website yang tidak sekedar ada tapi update dengan berbagai artikel, visi gereja, kegiatan dan yang terlebih lagi memberkati banyak orang. Dengan kata lain website ini harus dibaca dan dicari orang, atau minimal orang yang pernah masuk ke website ini rindu untuk kembali dan kembali lagi. Dan juga bukan hanya untuk konsumsi pembaca di Indonesia tapi juga pembaca di luar negeri. Satu lagi yang saat ini belum tercapai 100% adalah kerinduan agar website ini tampil cantik sehingga orang tidak bosan ketika menyelusurinya.
Ketika kerinduan itu memuncak, maka mulailah saya membuat rencana untuk mewujudkan website gereja lokal saya. Dan saya mencoba berpikir langkah terbaik apa yang harus saya lakukan.
Hal terpenting adalah membentuk tim dengan visi sama yang bersedia membantu pencapaian tujuan dengan kerelaan waktu dan hati. Jika tidak ada tim, namun hanya diri kita sendiri yang tersedia, maka sebelumnya kita harus bertanya kepada diri sendiri apakah kita siap untuk 24 jam dalam 30 hari terus mengingat atau sadar bahwa kita punya website yang harus diupdate. Yah mungkin tidak sevulgar itu sih waktunya cukup 8 jam dalam 26 hari, eh masih berat ya ? Okelah minimal 1 jam dalam 2 hari setiap minggu. Ini sudah minimal banget.
Jadi jika Anda seorang Gembala gereja lokal yang berencana untuk mempunyai website, tapi tidak memiliki waktu sebanyak itu, atau tidak memiliki seseorang atau pengerja yang rela dengan waktu dan kerinduan seperti di atas, maka lupakankah keinginan Anda. Jika dipaksakan maka hanya membuang waktu dan uang dan akhirnya akan sia-sia. Mohon maaf ini pendapat subyektif saya, yang belum tentu benar, namun mendekati ke kebenaran lah.
Kemudian saatnya kita menentukan atau bersepakat dengan tim mau berbentuk apa website ini. Apakah hanya memperkenalkan mengenai keberadaan gereja, siapa di dalamnya dan apa kegiatannya. Atau lebih luas lagi berisikan artikel rohani yang membangun, update renungan dari Pusat dan juga khotbah-khotbah mingguan atau seminar dll. Upload video khotbah mingguan dll. Atau bahkan ingin menampilkan berita atau kegiatan gerejani dan rohani secara nasional atau bahkan international. Bentuk website ini penting, karena akan mempengaruhi pada design yang akan dipilih. Jika tidak sesuai akan menghadapi kerepotan dalam posting artikel dan tata letak di kemudian hari.
Setelah itu mulailah saya berpikir sumber bahan-bahan yang akan digunakan untuk mengupdate website ini. Apakah renungan dan khotbah Gembala dari Pusat, atau khotbah minggu, atau artikel murni dari pengerja atau redaksi sendiri. Saya mulai memikirkan bagaimana proses untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut sampai siap upload. Siapkah saya atau tim saya menyiapkannya sehingga tidak menjadi artikel yang basi.
Jika berbagai hal non teknis tersebut sudah selesai, artinya tidak akan bermasalah di kemudian hari. Maka saatnya kita akan mulai persiapan membuat website kita. Saya akan menceritakan langkah persiapan ketika saya memulai website ini. Untuk langkah teknis content saya akan share di artikel seri berikutnya. Namun unsur teknis content sebenarnya tidak perlu menunggu serial artikel saya berikutnya, karena Anda dapat browsing dan mencari tutorial gratis yang tersebar di internet baik dalam Bahasa maupun English. Dan pasti hasilnya bisa jauh lebih bagus dari website ini.
Dalam persiapan membuat website maka ada dua pilihan yang harus diputuskan di awal yaitu apakah kita akan mendesign sendiri website kita, yang tentu perlu waktu dan ketekunan dalam mempelajarinya, atau jika budget tersedia dapat membayar web designer atau teman yang jago untuk mendesignkannya. Lebih cepat dan simple. Hanya faktor kepuasan dan kebanggaan saja yang membedakannya.
Saya memutuskan untuk mendesign sendiri website ini tapi dengan metode cepat atau lompat yaitu melalui blog. Jadi di sini kita tidak perlu mempelajari cara membuat website, yang tentu perlu waktu dan biaya karena dengan blog semuanya sudah disediakan secara gratis, baik design, pilihan warna, halaman, tata letak dsb. Ada beberapa pilihan blog antara lain Blogspot, WordPress atau joomla. Silakan dipelajari perbedaan dan kelebihan serta kekurangannya. Website ini memilih menggunakan WordPress dengan berbagai pertimbangan.
Nah setelah kita menentukan pilihan blog, maka saatnya kita memilih apakah kita akan menyimpan data website kita secara gratis atau membeli tempat penyimpanan berbayar atau yang biasa disebut dengan hosting. Pilihan ini mempunyai akibat pada penamaan website kita. Jika pilihan kita yang gratis maka nama website kita akan mengikuti penyedia gratis tersebut, misalnya : www.gbibumianggrek.wordpress.com. Jika memilih hosting berbayar maka kita bisa menggunakan domain name sesuai pilihan kita. Contohnya www.gbibumianggrek.com. Tentu domain name ini harus kita beli juga.
Jadi apa saja yang harus kita beli dan bayar ? Tenang saya berani jamin biaya pembuatan website kita tidak akan lebih mahal dari biaya sekali makan malam sekeluarga di salah satu Restoran di Jakarta/Bekasi. Dan biaya itu adalah untuk setahun. Setahun ? Gak salah tuh. Iya benar setahun !!!
Kita akan tentukan pilihan terbaik (menurut penulis) yaitu dengan hosting berbayar dan membeli domain name dot com. Silakan browsing untuk mencari harga terbaik membeli domain name dan menyewa hosting selama setahun. Dalam membandingkan harga domain harus dibandingkan juga harga perpanjangannya setahun kemudian. Demikian juga dalam menyewa hosting harus dibandingkan besaran tempat penyimpanan dan berbagai ketentuan yg ada.
Singkat saja website ini memilih membeli domain name dan menyewa hosting via www.ardhosting.com. Dengan biaya awal Rp 85.000 untuk domain name dan Rp 59.400 (Paket Personal Linux C) untuk diskspace sebesar 225MB. Dan setelah sebulan mendesign dan melengkapi dengan berbagai gambar dll harus menaikkan diskspace menjadi 500MB (Paket E) dengan menambah biaya sewa Rp 81.688,52. Dan sampai saat artikel ini dibuat belum menambah diskspace lagi. Jadi total biaya awal (tidak termasuk sambungan internet tentunya) adalah Rp 226.088, 52 untuk setahun. Lebih murah dari biaya sekali makan Anda di restoran bukan ?
Demikian serial pertama non teknis yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk membuat website untuk gereja lokal kita. Terima kasih. Sampai jumpa pada serial kedua membahas teknis pembuatan content website dengan WordPress. Gbu