Esensi Cool
Sebagai orang yang tertanam di GBI Jl. Jend. Gatot Subroto, tentu sudah tidak asing dengan istilah COOL atau Community of Love yang merujuk pada komunitas/kelompok sel tempat orang percaya bersekutu, berinteraksi, mempraktekkan kasih, saling menasehati, saling memperhatikan dan mendoakan sehingga mereka bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Kristus yang membawa pada kedewasaan rohani dan kesadaran untuk memenangkan jiwa. (Efesus 4:14-16)
Dalam COOL terjadi proses pemuridan, pembinaan dan pengasahan sehingga karakter seseorang semakin serupa dengan Kristus. Setiap orang yang tertanam dalam gereja lokal, perlu tergabung di dalam COOL.
Realita yang sering terjadi dalam penerapan COOL adalah pelaksanaan COOL hanya sebatas pertemuan wajib atau dipaksakan tanpa memahami esensi COOL sebagai sebuah komunitas dan terkesan seperti memindahkan Ibadah Raya Minggu dan menimbulkan kesan sebagai ‘tiruan’ Ibadah Raya (Ibadah Mini).
Kondisi ini membuat pertemuan COOL terjebak untuk membahas program, jadwal pembagian tugas pemimpin pujian dan pengkhotbah, susunan acara ibadah COOL, seperti yang dilakukan dalam Ibadah Raya Minggu. Akhirnya terjadi kebosanan dalam COOL sehingga mengalami ‘mati suri’ tanpa perkembangan dan pertumbuhan. Padahal, COOL merupakan penggerak terjadinya penuaian dalam menuntaskan Amanat Agung.
ESENSI COOL SEBAGAI KOMUNITAS
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dan saling berinteraksi. (Kejadian 2:18) Hal ini diwujudkan lewat komunitas.
Henri Nouwen berkata bahwa komunitas rohani adalah wadah yang paling cepat membawa kita kepada kemajuan rohani.
Dan dalam buku The Power of Discipling, Gordon Ferguson mengatakan bahwa tidak mungkin seorang Kristen menjadi penyendiri, karena mereka memainkan peranan penting dalam kehidupan satu sama lain.
Berdasarkan kedua pernyataan di atas, maka orang percaya membutuhkan komunitas untuk kemajuan rohani tiap anggotanya. Bagaikan arang yang terpisah dari kawanannya, maka tentulah arang itu akan segera mati. Berbeda bila arang tersebut bersama dengan kawanannya, maka mereka akan saling membakar dan menghasilkan panas bersama-sama. Kita perlu terhubung dengan saudara seiman lewat komunitas COOL dalam membangun kerohanian.
Jika kita membaca Kisah Para Rasul 2:41-47, betapa senang dan aktifnya mereka berkumpul, bahkan mereka selalu menyediakan waktu untuk bersekutu bersama. Inilah yang membuat iman dan kerohanian mereka bertumbuh dan Tuhan menambah-nambahkan jumlah orang percaya dalam komunitas mereka.
Berikut beberapa hal yang dapat kita lakukan di dalam sebuah COOL menurut Kisah Para Rasul 2:41-47:
- Mempelajari Firman Tuhan (Kisah Para Rasul 2:42)
Esensi COOL adalah bagaimana setiap anggota dengan tekun mempelajari, memahami dan menerapkan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka. Pola yang diterapkan jemaat mula-mula ketika mereka berkumpul bersama adalah bertekun untuk mempelajari dan memahami serta melakukan pengajaran-pengajaran rasul pada saat itu.
Kata ‘bertekun’ diterjemahkan dari akar kata Yunani proskartereo yang artinya menyediakan dan memakai banyak waktu, rajin, sungguh-sungguh. Jemaat mula-mula rajin dan sungguh-sungguh menyediakan serta memakai waktunya untuk mempelajari dan menekuni pengajaran rasul-rasul (Firman Tuhan), sehingga hidup mereka dipenuhi oleh Firman, bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus, menjadi dewasa rohani dan berdampak bagi banyak orang.
Di dalam COOL seharusnya terjadi interaksi dua arah dan bertanya jawab yang sifatnya informal. Setiap anggota juga bisa mempelajari apa yang telah dikhotbahkan dan diajarkan dalam pertemuan Ibadah Raya Minggu yang dipimpin oleh pemimpin COOL.
- Hidup dalam Persekutuan (Kisah Para Rasul 4:42)
Esensi COOL adalah hubungan antar tubuh Kristus. Kebersamaan yang hanya sekadar datang, menikmati hubungan pribadi dengan Tuhan, lalu pulang, tidak merefleksikan persekutuan dan hubungan antar tubuh Kristus yang nyata.
Berbeda dengan jemaat mula-mula dalam membangun komunitas, mereka bukan sekedar beribadah bersama, melainkan juga bersekutu dengan menjalin hubungan yang erat sebagai anggota tubuh Kristus.
Kata ‘persekutuan’ memakai kata Koinonia di mana kamus digital Merriam-Webster mengartikan kata ‘koinonia’ sebagai persekutuan yang intim antar orang percaya sebagai tubuh Kristus.
Praktek bersekutu di dalam COOL bukanlah sekedar basa-basi antar anggota COOL melainkan sebuah hubungan erat berdasarkan trust, keterbukaan, saling menasihati, saling mendoakan, menguatkan, dsb.
- Berdoa Dalam Unity (Kisah Para Rasul 2:42)
Esensi COOL bukanlah sekedar berkumpul, membaca Firman, lalu makan bersama-sama. Namun lebih dari itu, tiap-tiap anggota diajak untuk berdoa bersama-sama dalam kesatuan dan fokus untuk berdoa bagi pokok-pokok doa seperti pergumulan antar anggota, bangsa negara dan hal-hal lain yang ditaruhkan kepada masing-masing untuk didoakan.
COOL menjadi sarana demonstrasi kuasa doa yang mendatangkan pemulihan, mujizat dan karya-karya Allah yang luar biasa.
- Bersatu, Saling Mengasihi dan Peduli (Kisah Para Rasul 2:44-45)
Esensi COOL adalah menjalin hubungan satu dengan yang lain sebagai tubuh Kristus. Setiap anggota didorong untuk bersatu, dan saling peduli, memberikan perhatian sebagai bentuk kasih Kristus. Inilah yang tercermin dari komunitas jemaat mula-mula, di mana mereka memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Mereka hidup saling menolong dan berbagi milik mereka sebagai cermin dari kepedulian mereka.
Dalam COOL yang jumlah anggotanya lebih kecil, terdapat ruang bagi setiap anggota mempraktekkan kasih lewat kepedulian.
- Menjadi Keluarga Rohani (Kisah Para Rasul 2:46)
Di dalam hidup berkomunitas, terdapat nilai-nilai kekeluargaan yang dimanifestasikan lewat penerimaan, kebersamaan, kegembiraan dan rasa tulus hati. Prinsip sebuah komunitas seperti COOL karena setiap anggota menganggap dan menerima anggotanya sebagai keluarga yang dimanifestasikan lewat kebersamaan, kegembiraan dan ketulusan membangun sesama anggotanya.
Bahkan Efesus 2:19-20 mengatakan bahwa oleh karena pengenalan kita akan Allah, kita bukan lagi orang asing di dalam Tuhan, bukan pendatang di dalam Kristus melainkan kawan sewarga dari orang kudus dan anggota keluarga dalam rumah tangga Allah.
- Memuji dan Menyembah Tuhan dalam Unity (Kisah Para Rasul 2:47)
Jemaat mula-mula yang berkumpul selalu menaikkan pujian dan penyembahan kepada Tuhan dalam unity. Ini menjadi ciri khas dan karakteristik di dalam pertemuan komunitas sel seperti COOL.
Bagi kita yang berada di bawah naungan GBI Jl. Jend. Gatot Subroto, pujian dan penyembahan dalam unity merupakan ciri khas dan gaya hidup seseorang dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Maka dari itu, COOL menjadi sarana untuk mengajak setiap anggota mempraktekkan kehidupan pujian penyembahan kepada Tuhan dalam usahanya membangun hubungan dengan Tuhan.
- Menjangkau dan Memenangkan Jiwa (Kisah Para Rasul 2:47)
Pertumbuhan rohani orang percaya tidak dapat dipisahkan dari usaha mengasihi yang terhilang. Anggota COOL yang sudah didewasakan seharusnya memiliki kerinduan untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan, karena tujuan COOL pada akhirnya adalah menjadi besar dan bermultiplikasi dengan cara menambahkan anggotanya melalui penjangkauan jiwa, ini tidak mungkin tercapai tanpa adanya beban mengasihi jiwa-jiwa dan kegiatan pemberitaan Injil dari anggotanya. Setiap anggotanya bukan sekadar berkumpul, tapi belajar Firman hingga memiliki beban untuk menjangkau dan memenangkan jiwa baru.
Pada akhirnya orang percaya adalah manusia yang diciptakan untuk hidup berkomunitas. Komunitas COOL bukanlah Ibadah Mini atau ‘tiruan’ dari Ibadah Raya Minggu sehingga kita tidak boleh terjebak dengan hal-hal yang bukan merupakan esensi COOL.
COOL adalah tempat di mana sekumpulan orang percaya dapat bersekutu sebagai keluarga rohani, saling menasehati dan membangun, mempelajari Firman Tuhan, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, praktek saling mengasihi serta menjangkau dan memenangkan jiwa bagi kemuliaan Tuhan. Sudahkan Anda tergabung dan bertumbuh dalam COOL? Mari bertumbuh bersama di dalam COOL dan menjadi penuai jiwa sebelum kedatangan-Nya kedua kali. (LW)
Sumber : Warta Pusat HMMinistry
[1] Henry JM Nouwen, Community, (New York: Orbis Books, 2021), 24.
[2] Gordon Ferguson, The Power of Discipling, (Woburn: Discipleship Publications International, 2001), 86.
[3] Rubin Adi Abraham & Togi Simanjuntak, Panduan Komunitas Sel, (Yogyakarta: PBMR Andi, 2020), 11-16.